Jumat, 11 November 2016

Saat menelusuri data Kecamatan Paninggaran yang dipublikasikan oleh Suara Merdeka melalui mesin pencari Google pada 9 April 2016 silam, dengan kata kunci Paninggaran and Suara Merdeka, saya menemukan fakta menarik. Pada salah satu tautan buku, terdapat sebuah catatan bahwa pada 30 Januari 1994, sebagian wilayah Kabupaten Pekalongan digoyang gempa bumi lokal. Kerusakan terjadi di lima desa yaitu Paninggaran, Kaliboja, Tangeran (mungkin maksudnya Tanggeran, pen.), Lumeneng, dan Domiyang. Posisi gempa dan daerah kerusakan berada di lereng sebelah Utara Gunung Rogojembangan, sebelah Timur Gunung Slamet, yang dua tahun sebelumnya juga menunjukkan aktivitas.



Hari ini, 11 November 2016, saya kembali melanjutkan pencarian data tersebut. Ternyata, data awal yang saya temukan tersebut berada di halaman 234 dari Buku Pembangunan PLTN: Demi Kemajuan Perdaban? Sebuah Bunga Rampai, yang diterbitkan bersama oleh INFID, WALHI, dan Yayasan Obor Indonesia. 




Sedangkan Kata Pengantar ditulis oleh Abdurrahman Wahid (Presiden Indonesia Keempat, Mantan Ketua Umum PBNU, yang lebih populer disapa Gus Dur).


Karena di sumber pertama cover bukunya terlalu kecil, saya mecoba mencarinya dan menemukan cover tersebut di situs Bukalapak.

Saya sendiri tidak ingat peristiwa saat itu. Yang saya ingat, waktu kecil, saya dan teman-teman di Desa Paninggaran pernah berjalan kaki setelah Salat Subuh pada suatu hari di Bulan Ramadhan, ke Tanggeran untuk melihat guguran, istilah lokal untuk menyebut tanah longsor. Salah satu tradisi di Paninggaran, yang masih lestari sampai saat ini, adalah jalan-jalan setelah Salat Subuh pada Bulan Ramadhan. Ada yang hanya satu atau dua kilometer. Namun ada yang sampai beberapa kilometer, seperti yang saya lakukan saat itu. 

Menurut Google Map, jarak dari Masjid Khoirul Huda Paninggaran ke SD Negeri Tanggeran (saya permudah titik tujuannya karena SD ini sudah saya tandai sebelumnya) adalah 6,6 km dengan waktu tempuh 12 menit menggunakan mobil.


Sedangkan bila berjalan kaki, dengan menyusuri jalan raya (karena ada jalur alternatif via Botosari dan juga melalui Lumeneng), waktu tempuh adalah 1 jam 42 menit. Wah lama juga ya perjalanan saya saat itu.


Sesampainya di lokasi, saya melihat hamparan longsoran tanah sepanjang mata memandang. Saya tidak ingat lagi dititik mana di Tanggeran waktu itu saya berdiri bersama teman-teman. Tidak juga saya bisa mengingatnya manakala kemudian hampir 6 tahun saya melintasi jalur tersebut.

Sayangnya, penelusuran lebih lanjut atas peristiwa gempa bumi tersebut belum membuahkan hasil. Pencarian di situs Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan mengetikkan bulan dan tahun juga nihil.



Barangkali ada pembaca yang berkenan menambahkan informasi?

Salam Jelajah Paninggaran!

Dzakiron
Terima Kasih Anda Telah Membaca Artikel
Judul: MENGENANG GEMPA BUMI PANINGGARAN 30 JANUARI 1994
Ditulis Oleh Paninggaran Pedia
Semoga informasi ini bermanfaat untuk Anda. Jangan lupa meninggalkan Komentar melalui fasilitas di bawah ini. Salam Jelajah Paninggaran. Terima kasih

0 comments:

Posting Komentar

Arsip

Kunjungan

Diberdayakan oleh Blogger.

Artikel Populer

Artikel Terbaru:

Lintas Berita